Monday, November 3, 2008

True

I won't talk
I won't breathe
I won't move till you finally see
that you belong with me

you might think
I don't look
but deep inside in the corner of my mind
I'm attached to you

I'm weak
it's true
cause I'm afraid to know the answer
do you want me too?
cause my heart keeps falling faster

I've waited all my life to cross this line
to the only thing thats true
so I will not hide
i'ts time to try anything to be with you
all my life I've waited
this is true

you don't know
what you do
everytime you walk into the room
I'm afraid to move

I'm weak
it's true
I'm just scared to know the ending
do you see me too?
do you even know you met me

I know when I go
I'll be on my way to you
the way that's true

Wednesday, September 17, 2008

When U Say Nothing At All

It's amazing
How you can speak
Right to my heart
Without saying a word,
You can light up the dark
Try as I may
I could never explain
What I hear when
You don't say a thing

The smile on your face
Lets me know
That you need me
There's a truth
In your eyes
Saying you'll never leave me
The touch of your hand says
You'll catch me
Whenever I fall
You say it best
When you say
Nothing at all

All day long
I can hear people
Talking out loud
But when you hold me near
You drown out the crowd
(The crowd)
Try as they may
They could never define
What's been said
Between your
Heart and mine

The smile on your face
Lets me know
That you need me
There's a truth
In your eyes
Saying you'll never leave me
The touch of your hand says
You'll catch me
Whenever I fall
You say it best
When you say
Nothing at all


*Ronan Keating

Tuesday, July 22, 2008

Work..work..work

Sejak hari Selasa minggu lalu (15/7) saya officially jadi pegawai (uh..i don't like to mention this word, but have to accept that it's the fact..) di sebuah perusahaan kosmetik di Tangerang. Resmi pulalah saya jadi warga Bandung-Jakarta-Tangerang (rumah di Bandung, tinggal di Jakarta, kerja di Tangerang).

Perusahaan tempat saya bekerja ini memang bukan perusahaan besar. Not that multinational oil company yang jadi incaran kebanyakan teman-teman sejurusan, seangkatan, maupun sealmamater saya. Never mind i think, wong saya juga memang tidak pernah bercita-cita untuk kerja di oil company kok. Bukan bermaksud menghibur ataupun membela diri, tapi melihat fakta bahwa tawaran kerja ini menghampiri saya bahkan sebelum saya lulus kuliah, rasanya kesempatan ini terlalu bagus untuk dilewatkan begitu saja. Belum lagi dengan tawaran salary yang menurut saya cukup lumayan (again, memang tidak sebesar gaji oil company..^^) berdasarkan standar perusahaan pada umumnya untuk seorang fresh graduate. Ditambah dengan lingkungan kerja yang menurut saya amat sangat menyenangkan berdasarkan pengalaman selama kerja praktek 1,5 bulan di perusahaan ini. Do you have any reason to resist this job offer? Yah..walaupun saya tahu persis beban kerja yang diberikan di sini, apalagi di posisi yang sementara ini saya tempati, saya pikir pekerjaan ini masih worth with things i mentioned before.

Hari pertama kerja, datang dengan hati senang. First day at work, masih penasaran seperti apa rasanya. Jam istirahat datang juga, tapi membawa kabar tentang perubahan yang cukup membuat saya shock hari itu. Memasuki ruangan divisi tempat saya bertugas saat KP dulu, serasa nostalgia (tapi tanpa empat teman saya yang selalu bikin ribut di ruangan yang isinya hampir cowok semua. Hm..I miss those time guys..). Tapi formasi divisi sekarang sudah berubah, banyak orang baru, dan semuanya wanita. 6 jam di ruangan itu sempat mendengar beberapa kalimat yang membuat saya makin down setelah kabar perubahan yang saya terima saat istirahat tadi. Beberapa hari kemudian semakin banyak kabar yang membuat saya semakin shock. Kebanyakan memang cerita dari rekan sekantor tentang atasan. Beberapa hari itu pula saya mencoba menenangkan diri, ber-positive thinking dan meyakinkan diri sendiri bahwa ini hanyalah bagian dari kehidupan di dunia kerja. Bukankah berita-berita tentang keburukan atasan selalu beredar di semua kantor?

Sedangkan atasan yang dimaksud tidak kunjung datang ke pabrik. Padahal masih banyak hal yang ingin saya bicarakan. Banyak hal yang ingin saya pastikan. Tentang perjanjian kerja kami di awal. Yang saya tahu selama KP, beliau memang tidak pernah bermasalah, bahkan lebih baik dari bos manapun yang pernah saya tahu. Awal minggu ini si bos akhirnya muncul juga. Dengan wajah tanpa dosa. Untungnya dia masih meyakinkan pada saya semua akan berjalan sesuai perjanjian awal. Hanya tinggal tunggu waktu. Hm, saya hanya bisa berkata pada diri sendiri, harus banyak-banyak sabar ya ma.. Saya masih punya keyakinan bahwa semua hal akan terjadi jika waktunya tiba. It's just not the right time yet.

TA saya gimana ini, TA saya? Hh..saya juga bingung. Bapak Abdul Hakim Halim a.k.a pembimbing saya minggu lalu tidak ada di Bandung, dan hari Sabtu ini saya baru bisa ketemu lagi untuk bimbingan. Tapi selama 2 minggu ini no progress at all. Bingung juga mau ngerjain apa, belum tau apa yang harus direvisi dari 'setoran' terakhir.

Serius, serius, serius, kerja itu tough but fun. Kadang masih belum bisa menyadari bahwa ini beda dari jaman kuliah dulu. Apalagi jadi pegawai baru sendiri. Kadang bisa bikin stress sendiri. But i'm sure i'll through this all, like everybody does. It's just a matter of time. Tiga minggu sendiri di pabrik karena Sari yang tidak kunjung datang mungkin akan membuat saya lebih mandiri lagi.

Kangen Bandung, kangen kampus, kangen KBL, kangen semua...*kita gak bisa balik lagi ke jaman kuliahan...

Friday, July 18, 2008

Without Commitment (Part I)

"Play with other’s feeling.
That’s what you like to do.
That ’s what you’re best at.
Near, you say words to express how much you care.
Far, you play like you never know me.
You’re so sweet like artificial sweetener
Then your ignorance ruins all the good tastes like bitterness of the aftertastes
You keep switching between sensitive-insensitive
You’re mad when you notice someone hurt me
Yet you don’t care when it’s you who’s hurting me
You offer me your hands before you pierce my heart apart
You play as you like
Yes, you are such a mystery
An enigma is just what you are
Intrigue is your favourite game

To be trapped in such a whirlwind is boring
Hey, it’s enough when i said enough
It’s time for a revenge
Time to play the game
I’ll kick the ball away, like you often did on the field
Time to be a whirlwind myself
I’ll hurl you down , crush you onto the earth
I’ll laugh at your crumbled remains
Maybe it’ll teach both of us
The meaning of mutual relationship"

(http://aitoanything.wordpress.com/2008/07/15/lagi-lagi-no-good-for-me/, diakses pada tanggal 18 Juli 2008)

Saya menemukan tulisan ini secara tidak sengaja ketika saya berusaha "membunuh waktu" dengan melihat-lihat blog demi blog link-nya tidak sengaja saya temukan di blog teman-teman saya.

Tulisan ini mengingatkan saya pada sebuah fenomena (bahasanya lebay amat...) yang terjadi di lingkungan (teman-teman dekat, red) saya belakangan ini.

Call it HTS (hubungan tanpa status), TTM (teman tapi mesra), substitute, friends with benefit, atau apalah. Yang jelas hubungan ini adalah kedekatan antara seorang pria dan seorang wanita tanpa komitmen apapun diantara keduanya. Yang membuat saya bingung dengan 'fenomena' ini adalah, apa sih bedanya hubungan semacam ini dengan "PACARAN"?

Saat saya membuka inbox ponsel salah seorang teman saya (tentunya atas seizin dia), saya menemukan banyak SMS bertuliskan "Sayang","Kangen kamu", "Good night hun.." dan SMS sejdari seorang pria yang saya tahu bukan pacarnya. Keliatannya orang ini cukup menikmati hubungan seperti ini, meskipun si pria menginginkan hubungan yang lebih serius (menikah beberapa tahun lagi misalnya).

Monday, June 30, 2008

Dunia Itu Sempit

Hari ini akhirnya saya bisa menyempatkan diri duduk di depan komputer berkoneksi internet. Fiuh...setelah dua minggu menjadi 'katak dalam tempurung' yang kerjanya cuma mondar-mandir kamar-LSP (kesannya kamar saya ada di sebelahnya LSP gitu ya?) alias rumah-kampus (itu pun cuma ketemu pembimbing doang trus pulang lagi) yang perjalanannya saja kadang lebih lama dari bimbingannya, saya bisa mampir ke Comlabs dulu. Keterlambatan saya yang berujung dimarahin pembimbing malah membuat saya akhirnya punya waktu luang untuk me-refresh eksistensi saya di dunia maya (ceileh..bahasanya).

Ternyata email Yahoo! saya penuh dengan unread message. Kebanyakan dari milis TI2004. Undangan pernikahan yang sudah dikirim satu minggu lalu pun baru saya baca hari ini. Banyak juga email dari Facebook, berhubung banyak sekali kegiatan foto-foto yang saya ikuti minggu lalu. Rupanya si empunya kamera sudah mengupload ke account facebook masing-masing dan men-tagged nama-nama di dalamnya.

Selesai mengecek facebook dan friendster, saya mencoba blog walking. Banyak yang menarik. Saya mencoba membuka salah satu blog milik teman saya yang kini bekerja di Jakarta. Saya coba buka salah satu link di blogroll-nya. Milik seorang wanita yang entah berkuliah di mana, tinggal di mana, tapi yang saya kagetkan ternyata dalam blog tersebut ada link ke blog salah satu mantan ketua himpunan jurusan saya.

What a small world! Dari satu teman saya yang sama sekali tidak ada kaitan dengan kampus saya, hanya dengan dua tingkat pertemanan saja saya sudah menemukan lingkaran yang menghubungkan semua orang ini. Dunia ini memang sempit ya...

Sunday, March 16, 2008

Musibah atau Berkah?

Ini sudah kedua kalinya saya absen kelas pemodelan gara-gara terlambat bangun. Aneh, padahal tiap jumat saya bisa bangun maksimal jam 6 pagi untuk kuliah KPB jam 7(meskipun karena tahu dosennya tidak pernah datang tepat waktu, sehingga saya tetap saja tiba di kampus jam setengah 8 pagi). Tapi, itu kan tidak menghilangkan fakta bahwa saya bisa bangun pagi? Saya sedikit menyesal karena tertidur lagi setelah sahur dan shalat subuh tadi. Bukannya apa-apa, sayang sekali kalau saya harus melewatkan dua kali kuliah ini dengan alasan yang sama sekali unacceptable.
Bukan, bukan karena saya naksir dosennya yang kata cewek2 di jurusan saya ganteng itu. Sumpah!(Mengantisipasi tuduhan seorang oknum yang tidak bertanggungjawab yang akan mencemarkan nama baik saya^_^)
Cuma sayang aja..Masalahnya si dosen ini termasuk orang yang sangat sibuk, saking sibuknya, sampai sekarang dia sudah 5 kali absen ngajar, dikurangi dua kali minggu lalu saat beliau sakit.
Katanya sih dosen ini memang bukan tipe dosen yang mementingkan absen. But, who knows? Bisa saja di akhir semester ia berubah pikiran dan memberi nilai E pada siapa saja yang absennya kurang dari 80% kehadiran dia. Dan mengingat kehadiran beliau saja sedikit, berapa absen yang diperbolehkan untuk mahasiswa ?
Saya sendiri sudah merencanakan 1 kali absen tambahan setelah ini untuk mengambil data untuk kepentingan TA saya di Tangerang. Makanya, saya cukup panik dengan keterlambatan saya hari ini..

Tapi, mungkin karena darah Sunda memang sangat kental di tubuh saya, ada saja yang saya syukuri. (Kata orang, orang sunda selalu berkata "untung we.." - untung saja). Setelah beberapa saat duduk di depan Lab POSI, saya akhirnya turun ke lantai 3, tepatnya masuk ke perpustakaan dengan 2 tujuan :
1. Mengembalikan buku dan memperpanjang peminjaman buku
2. Browsing

Ternyata sampai di sini tujuan saya yang kedua tidak tercapai. Tiga dari 10 komputer mati karena masalah listrik. Tapi, setelah saya melirik ke kanan sedikit, seseorang yang menghilang beberapa waktu ini sedang duduk di sana.
Yah, berhenti sampai situ aja deh..Kalau dilanjutkan, kelihatannya bisa bahaya..:P

Sunday, February 17, 2008

CHANGE

Kayaknya mulai saat ini akan ada satu topik yang terus menerus akan jadi pembicaraan hangat di rumah saya. PERSIAPAN PERNIKAHAN. Whoops, tunggu dulu..bukan pernikahan saya kok..tenang aja..kalo saya yang nikah saya pasti bikin publikasi. Hha..

Kakak saya tahun ini menginjak umur 24 tahun. Menurut saya umur yang cukup untuk menikah. Actually, saya juga memang punya target buat menikah di umur segitu which is masih sekitar 3,5 tahun lagi. Jadi, untuk yang satu itu memang belum terpikir di benak saya saat ini(kalo dulu pernah sih..hahaha..). Sebenarnya saya agak excited dengan pernikahan kakak saya yang tadinya bakal dilaksanakan bulan April. Tapi, ternyata, setelah melalui beberapa kali analisis feasibilitas akhirnya diundur mungkin sampai Bulan Juli atau Agustus..

Yah..sebenarnya saya bisa menghela napas sedikit..Bukannya apa-apa..Seandainya kakak saya sudah menikah nanti dan diboyong oleh suaminya ke rumah mertua, berarti saya akan menggantikan posisinya sebagai person in charge di rumah saya. Untuk dua bulan ke depan saya merasa agak belum siap. Pertama, saya masih punya kegiatan kuliah yang ngga bisa saya tinggalkan, terlebih untuk mempermulus jalan saya untuk bisa lulus secepatnya. Kedua, walaupun saat ini toh saya sudah bisa mengisi sendiri dompet saya dengan usaha saya sendiri, rasanya semua itu belum bisa memenuhi apa yang keluarga saya butuhkan jika tidak ada support dari kakak saya seperti sekarang.

Saya agak takut dengan hal-hal itu. Sepertinya tahun ini akan banyak terjadi perubahan di hidup saya.

Sunday, February 10, 2008

Kayak Drugs Ya..

ditulis pada 9 Februari 2008


Saya sedang tidak fokus. Entah kenapa. Saat ini jam di PC saya menunjukkan pukul 11.19. Belum waktunya saya tidur memang, karena saya juga belum merasa mengantuk. Di hadapan saya ada setumpuk majalah Gogirl selama setahun, foto angkatan SMP saya, sepasang speaker PC, sebuah bolpen hitam dan tentu saja satu set PC.

Foto angkatan SMP..Hm..saya jadi teringat sesuatu. Atau lebih tepatnya seseorang. Ia berdiri tepat di bagian tengah foto. Orang pertama yang membuat saya patah hati. Haha..yah, begitulah..cinta masa lalu ngga akan pernah terlupakan.

Saya jadi teringat percakapan saya dengan seorang teman di YM tadi siang. Ia curhat tentang hubungannya dengan seorang cowok. Hubungan tanpa komitmen, tanpa status. Ya..mungkin sekarang orang menyebutnya TTM.

Skip the story, yang jelas saya agak emosi mendengar ceritanya dan segera menyuruh teman saya untuk meninggalkan TTM-annya itu. Lalu dia bilang, “susah ma..kalo kata di video klip-nya Letto sih, udah kayak drugs..”.

Saya sangat mengerti dengan apa yang dialami teman saya, karena hal itu juga pernah saya alami dengan cowok di foto angkatan SMP saya itu. Persis. (Ya..ngga persis-persis amat sih..). Dan itu berlangsung bertahun-tahun.

Sebut saja namanya Firman. Kami satu kelas saat saya duduk di kelas 2 SMP. Dia adalah cowok paling ganteng di kelas saat itu. Ralat, bukan ganteng, tapi cantik. Serius, wajahnya memang cantik, dengan bulu mata yang sangat lentik. Ditambah lagi saat itu umur kami masih sekitar 12-13 tahun, sehingga tampangnya saat itu juga masih seperti anak kecil. Berbeda dengan wajahnya saat ini yang kesannya sedikit lebih “laki”. (itu juga sedikit).;p.

Saat itu saya tidak tertarik dengan Firman, walaupun sewaktu baru naik ke kelas 2 dan kakak saya menanyakan siapa cowok paling ganteng di kelas saya tetap menyebut nama dia, tapi dalam hati saya sama sekali tidak pernah berpikir akan menyukai dia. Saat itu saya justru tertarik dengan cowok lain yang juga sekelas dengan kami, walaupun secara fisik ia masih kalah dengan Firman.

Justru teman sebangku saya yang ternyata menyukai Firman. Dia meminta saya untuk membantu menjodohkannya dengan Firman. Mulailah saya melancarkan aksi-aksi saya. Tapi sayangnya saya bukan mak comblang yang baik. Bukannya menyukai teman sebangku saya, dia malah membenci teman sebangku saya itu. Tapi, hubungan pertemanan saya dan Firman justru semakin akrab. Kami sering bercanda, karena Firman duduk di belakang saya. Awalnya saya yang sering menggoda dia, namun lama kelamaan dia pun berbalik dan lebih sering mengganggu saya.

Beberapa waktu berlalu. Saya pun berganti teman sebangku. Sampai pertengahan caturwulan 2 (waktu itu sekolah masih menggunakan sistem caturwulan. Jadul deh pokoknya..) saya masih belum tertarik juga dengan Firman. Saya masih keukeuh dengan gebetan saya yang saya sukai sejak awal kelas 2. Dari beberapa gosip yang beredar saya mendengar bahwa gebetan saya itu juga menyukai saya. Sayang, kami tidak sempat jadian. Kami hanya saling tahu kalau kami pernah saling menyukai.

Back to Firman. Saya ingat dengan jelas, tepat tanggal 15 November 1999(gile, hampir 9 tahun yang lalu tuh..) merupakan hari pertama saya mulai menyadari kalau saya menyukai Firman. Saya ingat betul karena hari itu adalah hari ulang tahun kakak saya ^_^. Saya yang biasanya jailnya setengah mampus di depan Firman, entah kenapa sejak hari itu selalu salah tingkah. Saya benar-benar tidak menyukai perubahan yang terjadi saat itu. Saya jauh lebih suka hubungan kami sebelumnya. Kami tidak pernah saling mengganggu lagi, terlebih karena saya memang menghindar. Bertepatan dengan itu wali kelas saya mengubah susunan tempat duduk di kelas kami. Saya pun duduk di barisan ujung kanan dan dia di barisan ujung kiri. Sempurnalah skenario Tuhan untuk menjauhkan kami berdua.

Di kelas itu saya punya seorang sahabat cowok. Sebutlah namanya Dewa. Saat saya kebingungan dengan perasaan dan perubahan sikap saya yang membuat saya jauh dengan Firman, Dewa menyarankan saya untuk ‘nembak’ Firman agar saya merasa lega. Awalnya saya menolak, “masa cewek nembak duluan”, pikir saya. Tapi dengan kemampuan provokasinya yang luar biasa, saya akhirnya terpengaruh dan memutuskan untuk ‘nembak’ Firman.

Dan disusunlah rencana penembakan dadakan di suatu sore saat seorang guru tidak bisa hadir sehingga jam pelajaran hari itu kosong. Dewa, yang merupakan otak dari rencana penembakan ini mengatur pertemuan saya dengan Firman. Tapi, ternyata Firman ini bukan hanya wajahnya yang cantik, tapi resenya persis perempuan. Dia menolak untuk dibawa ke tempat saya menunggu dia, yaitu di depan perpustakaan (ceritanya kaya serial cantik ya?).

Tanpa sengaja, seorang pembuat onar dikelas mengetahui bahwa saya sedang menunggu Dewa di depan perpustakaan, walau sebenarnya saya sedang menunggu Dewa dan Firman. Entah mendapat ilham dari mana, ia langsung menyebar gosip kalau saya berencana menembak Dewa. Jadilah rencana hari itu menjadi ‘penembakan salah sasaran’ dan di kelas beredarlah gosip miring tentang saya dan Dewa. Untungnya, persahabatan saya dan Dewa tidak terganggu walaupun dia sempat agak marah karena image-nya sempat jatuh di mata gebetannya yang tidak lain adalah teman satu “gank” saya di kelas akibat gosip jadian saya dengan Dewa.

Tapi, walaupun rencana kali itu gagal, saya tahu Firman menyadari bahwa sasaran 'penembakan' sore itu sebenarnya adalah dia. Sikap saya semakin salah tingkah. Tapi di dalam hati saya berpikir saya akan melakukan apa saja untuk bisa kembali dekat dengan Firman.

Tahun ajaran pun berganti. Kami naik ke kelas 3. Berhubung kami berdua masuk 5 besar, kami berdua berhak untuk masuk kelas unggulan. Karena ada dua kelas unggulan, berarti kesempatan saya untuk satu kelas dengannya hanya 50%. Dasar mungkin memang saya tidak berjodoh dengan dia, kami pun masuk ke kelas yang berbeda. Tapi hal itu tidak menyurutkan niat saya untuk tetap bisa berhubugan dengan dia (keukeuh banget ya, saya..'^_^). Ada saja usaha saya untuk bisa datang ke kelasnya.

Dasar anak SMP, kadang saya pun hingga saat ini tidak mengerti kenapa saya bisa melakukan hal-hal konyol pada waktu itu. Suatu hari saya mengirimkan surat untuk Firman. Saat itu saya sedang mengalami masalah keluarga, maka saya menceritakan masalah saya dan mengatakan bahwa saya membutuhkan seorang teman. Di dalam surat itu saya mengatakan, jika ia mau menjadi teman baik saya dan mau mendengarkan cerita-cerita saya, saya meminta dia untuk menelepon ke rumah saya hari itu juga. Sejak tiba di rumah saya menunggu telepon berdering, namun telepon itu tidak kunjung berbunyi. Akhirnya saya berpikir, seandainya ia tidak menelepon, saya akan menyerah dan tidak akan melakukan apapun untuk berusaha mendekati dia lagi.

Pukul lima sore, telepon rumah saya berdering. Jantung saya rasanya hampir berhenti saat itu juga. Saya pun mengangkat gagang telepon.
“Halo..” saya bisa mendengar suara saya agak bergetar.
“Halo, bisa bicara dengan Ima?”, dari seberang sana terdengar suara yang saya tunggu sejak tadi
“Iya..”
“Hei ma..saya udah baca suratnya. Sabar ya..”
“Kamu mau jadi temen deket ima?”
“Iya. Maaf ya selama ini saya jahat sama kamu..”
“Gak papa. Makasih ya..”
“Iya ma. Sabar ya..”
“He-eh”
“Udah dulu ya..”
“Iya..”

Yes! Rencana gw berhasil, pikir saya saat itu. Jurus terakhir saya untuk mendekatkan diri dengan Firman akhirnya berhasil. Sejak saat itu kami sering ngobrol di sekolah. Sering saling menelepon, dan dia dengan setia selalu mendengarkan cerita saya. Tapi, sekalipun saya tidak pernah mengarang cerita. Meskipun saya memanfaatkan keadaan keluarga saya saat itu untuk mendekati dia, semua cerita yang saya ceritakan adalah kondisi saya yang sebenarnya. Saya juga hanya bercerita saat saya merasa sudah tidak bisa memendam masalah saya seorang diri. Saya yang saat itu tidak boleh menelepon keluar lama-lama, seringkali meminta dia untuk menelepon balik, dan dia selalu menelepon balik.

Lama kelamaan, kami benar-benar bersahabat. Ia pun mau mengatakan kepada teman-teman sekelasnya bahwa saya adalah teman dekatnya. Bahkan ketika saya sempat jadian dengan teman sekelas saya, kami tetap sering berkomunikasi. Suatu hari, cewek yang ia sukai sejak lama, tiba-tiba jadian dengan salah satu teman dekatnya. Ia terlihat sedikit murung selama beberapa hari. Saya menawarkan diri untuk mendengarkan curhatannya, namun ternyata dia bukan tipe cowok yang bisa mengungkapkan isi hatinya dengan mudah. Tapi, lama kelamaan di sela-sela pembicaraan kami dia sempat mengungkapkan kemarahannya. Ia kecewa karena teman dekatnya sendiri mengkhianati dia. Tidak lama kemudian, saya mendengar gosip bahwa ia dekat dengan mantan pacar teman dekatnya yang kini berpacaran dengan cewek yang ia sukai. Khawatir ia merencanakan pembalasan dendam, saya mengkonfirmasi dan menanyakan kebenaran dari gosip tersebut. Ia meyakinkan saya bahwa dia tidak ingin balas dendam. Ia juga bilang bahwa seandainya nanti dia jadian dengan seorang cewek, itu karena dia menyukai si cewek , bukan karena balas dendam.

Beberapa bulan berlalu. Saya putus dengan pacar saya, dan jadilah kami sama-sama jomblo lagi. Kami lebih sering bertemu, lebih sering mengobrol di telepon, dan saya sedang dalam keadaan sangat bahagia dengan hubungan kami yang semakin dekat. Suatu hari, tepat sebelum shalat Jum’at, saya sedang mengobrol dengan seorang guru di depan aula sekolah. Tiba-tiba di hadapan saya dia muncul, berjalan mesra dengan seorang cewek. Cewek yang pernah digosipkan dengannya, yaitu mantan pacar teman dekatnya. Ia pernah meyakinkan saya bahwa dia tidak menyukai cewek itu. Lutut saya terasa lemas. Perasaan saya mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu antara mereka berdua. Namun tiba-tiba saya tersenyum. Saya pun langsung menggoda mereka.

“Cie..udah jadian ya..selamet ye..”

Mereka hanya senyum-senyum. Entah membaca pikiran saya atau apa, guru di hadapan saya berkata,
“Itu cuma sesaat kok. Mereka paling cuma sebentar. Dia jadian sama orang lain bukan berarti dia gak suka sama kamu. Akhirnya dia pasti balik lagi ke kamu,”

Rasanya ingin sekali saya mempercayai kata-kata guru saya. Tapi apa yang dilihat oleh mata saya rasanya jauh lebih nyata dari apa yang saya dengar. Saya memandang mereka. Firman berbalik menatap saya dengan tatapan penuh arti. Tapi saya tidak tahu apa artinya. Saya pun kembali tersenyum.

Saya berjalan ke arah kantin, mencari seseorang yang saya kenal. Mencari orang yang bisa meminjamkan bahunya untuk tempat saya menangis. Tidak ada siapapun karena sekolah sudah mulai sepi. Murid laki-laki sudah bersiap untuk shalat Jumat, dan murid perempuan satu persatu pulang ke rumahnya masing-masing. Tiba-tiba saya teringat sebuah asrama mahasiswa di sekat sekolah tempat teman-teman se-gank saya sewaktu kelas 2 biasa bermain basket. Saya pun bergegas ke sana. Benar saja. Mereka ada di sana, dan mereka sudah mendengar apa yang terjadi. Gosip ternyata meyebar melebihi kecepatan saya berjalan. Apa yang terjadi persis sama dengan apa yang saya kira.

Air mata saya langsung tumpah saat itu juga. Pertama kalinya dalam hidup saya, saya menangis karena seorang cowok. Murni karena seorang cowok. Setelah tangis saya reda, salah satu teman saya mulai bercerita tentang apa yang telah dilihatnya.

Salah seorang teman saya yang bercerita saat itu, sebut saja namanya Tia. Ia melihat Firman dan teman-temannya di depan sebuah kantor pos besar yang terletak tidak jauh dari sekolah kami. Firman menyapa Tia. Di tengah cowok-cowok itu Tia melihat seorang cewek, sendirian. Tia mendengar isi pembicaraan mereka. Firman menembak si cewek.

Saya kembali lagi ke sekolah. Di sekolah saya bertemu dengan teman sekelas Firman. Ia pun bercerita. FYI, satu hari sebelum kejadian ini, saya sempat menemani Firman main bola di daerah Pusdai. Ternyata, menurut cerita teman saya, pagi hari sebelum mereka bermain bola, mereka membuat taruhan, jika tim Firman kalah, dia harus nembak cewek itu. Saya pun pulang dalam keadaan masih galau. Di dalam angkutan umum air mata saya tidak mau berhenti mengalir. Saya kira saat itu saya tidak akan sanggup bertemu dengan Firman lagi.

Keesokan harinya, ketika saya sedang keluar rumah, Firman menelepon. Ketika pulang ibu saya memberitahukan bahwa Firman menelepon, tapi saya tidak menelepon balik. Masih terasa rasa sakit di hati saya ketika mendengar namanya disebut. Tidak sampai 24 jam saya menahan diri untuk tidak menelepon Firman, hingga akhirnya saya menyerah dan meneleponnya.

“Ada apa Man?” saya berusaha agar suara saya terdengar setenang mungkin.
“Saya bingung, Ma..”
“Bingung kenapa?”
“Semua orang musuhin saya..karena saya nembak dia..”
“Lho, kenapa?”
Dia pun bercerita. Sebenarnya saya lupa masalah persisnya apa, tapi sebagian besar teman sekelasnya tidak menyetujui keputusan Firman karena menyangka Firman hanya main-main. Banyak pula yang berpikiran sama dengan saya, bahwa ini hanya aksi balas dendam Firman pada teman dekatnya. Dan ternyata si cewek belum menjawab. Tapi kini Firman menyesali pernyataannya sendiri. Ia ternyata tidak menyukai si cewek. Tiba-tiba saya teringat perkataan guru saya..ternyata apa yang dikatakannya benar.

“Kenapa kamu nembak dia?” saya bertanya tanpa bermaksud menginterogasi.
“Ngga tau..” nada bicaranya terdengar kebingungan
“Kalo kamu tarik pernyataan kamu gimana?” usul saya, sambil berharap dia mau menarik pernyataannya pada si cewek. (Ngarep..:))
“Ngga mungkin, Ma. Saya cowok. Mana ada cowok nyatain terus ditarik lagi…”

Saya berusaha bersikap layaknya seorang sahabat. Saya berusaha membuang jauh-jauh perasaan saya, termasuk rasa sakit yang tentu saja masih terasa. Keesokan harinya, si cewek menjawab iya dan mereka resmi pacaran. Namun, saat saya bertemu dengan Firman pada waktu istirahat dan menanyakan jawaban si cewek, ia hanya mengangguk dengan wajah kecewa.

Tetapi ternyata perkataan tak sejalan dengan perbuatan. Hubungan mereka berjalan lancar. Setidaknya pada 2 bulan pertama. Tidak jarang saya melihat mereka di kantin, bergandengan tangan dengan mesra, dan saat melihat mereka perut saya serasa disayat. Saya tetap berusaha bersikap bijak, tetap menyapa mereka dan berusaha menyembunyikan kecemburuan saya rapat-rapat. Namun ternyata keharmonisan itu tidak berlangsung lama. Hubungan mereka memburuk, Firman mulai mengabaikan ceweknya. As a friend, sesekali saya memberi advice pada Firman untuk tidak menggantungkan ceweknya.

Cewek Firman pernah mengancam saya untuk menjauhi Firman karena dia tahu bahwa saya pernah menyukai Firman, bahkan hingga saat itu. Usai Ujian Akhir (atau saat itu namanya EBTANAS) mereka putus karena si cewek mengkhianati Firman. Ia berpacaran dengan pacar sahabatnya yang masih teman sekelas mereka saat ia dan Firman masih berstatus pacaran.

Meskipun pertemanan kami tidak berubah. Ada yang berubah pada diri saya sejak saat itu. Saya jadi lebih pendiam dan tertutup. Entah apa yang terjadi pada diri saya, yang jelas Firman memberikan dampak psikologis yang besar pada diri saya selama bertahun-tahun. Dia menjadi seperti drugs untuk saya. (Bukan berarti ngga bisa sembuh kan, Tie?;) ).

Tibalah kami pada saat perpisahan sekolah, yang pada saat itu dilangsungkan di gedung SESKOAD di jalan Gatot Subroto (pulangnya saya sempat nyasar sampai Buah Batu loh, duh gak penting ya..). Saya diumumkan menjadi juara umum III di sekolah (maklum, satu-satunya prestasi yang signifikan jadi dibanggain terus^^). Saya bertemu Firman di luar gedung. Saat itu saya belum tahu kalau ia sudah putus dengan ceweknya. Dia tersenyum, dan mengatakan “Bagus ma..bangga punya temen kayak kamu..” Saat itu pula saya sadar bahwa perasaan itu masih ada.

Beberapa hari kemudian, ternyata pertemuan saya dengan dia di perpisahan itu membuat saya kembali tergoda untuk menelepon Firman. Selain itu, saya juga ingin menanyakan tentang hubungannya dengan pacarnya, karena ia pernah mengatakan pada saya bahwa dia akan memutuskan ceweknya setelah EBTANAS berakhir. Saya menelepon dia saat itu juga. Reaksinya ternyata jauh melebihi ekspektasi saya. Dia yang biasanya harus diminta untuk menelepon saya balik, saat itu malah menyuruh saya untuk menutup telepon dan mengatakan agar dia saja yang menelepon dari rumahnya.
“Kamu tutup aja ma, biar saya yang telepon ke situ..”
“Oh..ya..udah..” saya pun menutup telepon dalam keadaan bingung.
Meskipun kami belum lama dekat, saya bisa tahu kalau nada suaranya kali itu berbeda. Bukan nada suara Firman yang saya kenal. Bukan Firman sahabat saya. Mungkin karena sejak ceweknya menyuruh saya menjauhi Firman saya tidak lagi berhubungan dengan Firman. Dan itu sudah berlangsung hampir dua bulan. Suaranya terdengar agak berbeda.

Ia sempat terlihat sangat marah saat menceritakan tentang mantannya yang selingkuh dengan teman sekelas yang sangat ia percaya. Saya pun mencoba mengalihkan pembicaraan. Akhirnya obrolan kami tiba ke masalah SMA mana yang akan kami pilih. Saya tahu cita-citanya untuk masuk ke SMU 2 Bandung. Sedangkan saya sejak dulu memang ngotot ingin masuk SMU 5, dan dia tahu persis tentang hal itu. Saya sempat kaget mendengar dia tiba-tiba ingin masuk ke SMU 5.
“Kok tiba-tiba pengen masuk SMA 5?” tanya saya
“Pengen aja,”jawabnya
“Disuruh ortu?”
“Ngga. Kalo di SMA 5 kan deket sama kamu..”
Jreeeeng..cewek mana yang ngga geer digituin ama gebetannya, walaupun gebetannya itu adalah sahabatnya sendiri..
“Tapi Fir..” saya ragu-ragu untuk melanjutkan kata-kata saya.
“Kenapa?”
“Bapak nyuruh Ima masuk SMA 3. Ima ngga boleh masuk SMA 5 sama Bapak..”
“Ko gitu? Kamu pengen banget masuk 5 kan? Kamu kan belajar mati-matian biar bisa masuk 5..”
“Iya sih. Ng..tapi kalo ima masuk 3 kamu masih tetep mau masuk 5?”
“Ngga ah..kalo kamu ga masuk lima ngapain saya masuk lima. Kalo ngga ada kamu saya ngga mau masuk lima..”
Perasaan saya bercampur aduk. Saya kecewa sekaligus bahagia mendengar ucapan Firman. Tapi keputusan ayah saya saat itu sudah tidak bisa diganggu gugat. Saya ingin mencari cara agar dia tetap mau masuk SMU 5 meskipun saya masuk SMU 3. Toh kami tetap masih satu gedung sekolah.
“Kan masih satu gedung..yah..”bujuk saya. Dia masih menolak.
Sebelum pembicaraan kami selesai, ibu saya menghampiri. Beliau mengingatkan saya untuk mengakhiri obrolan kami karena kami sudah mengobrol cukup lama di telepon.
“Ya udah, besok malem saya telepon lagi ya..” janjinya
“Janji?” tanya saya
“JANJI..” tandasnya dengan penuh keyakinan.

Malam selanjutnya saya menunggu telepon dari Firman. Tapi telepon bahkan tidak berdering hari itu. Untuk kedua kalinya saya merasa kecewa.

Akhirnya kami masuk SMA. Saya masuk SMA 3 dan Firman di SMA 5. Seperti semacam takdir, kelas dia berada tepat di belakang kelas saya dan kami bertemu hampir setiap hari.

Kami sering pulang bareng, karena kami menunggu angkutan umum di tempat yang sama.
Kami sempat nonton film AADC berdua. Saat itu saya tidak tahu bahwa itulah terakhir kalinya saya pergi berdua dng Firman. Beberapa minggu setelah nonton AADC, Firman menjauh lagi. Tanpa alasan. Sama ketika ia tidak menepati janjinya untuk menelepon saya. Bahkan kali ini lebih parah. Firman menghindar. Ia bersikap seolah saya adalah pengganggu untuk dia. Kami sempat bertengkar. Saya bilang kalau saya tidak akan pernah mengganggu dia lagi. Dia tidak menjawab. Saya pergi dan dia tetap tidak bergeming.

Saya kembali meradang. Hampir setiap pagi saat saya turun dari angkutan umum kami bertemu di depan gerbang utama Belitung 8, yang merupakan pertengahan antara SMA 3 dan 5. Tapi saya harus bersikap seolah tidak mengenal dia. Ia pun bersikap sama. Dua bulan kami tidak saling sapa. Hingga suatu hari secara tidak sengaja saya melihat dia melintas di depan kelas saya, memandang saya dan tersenyum. Saya pun luluh lagi.

Kami dekat lagi. Saya pun kembali bergantung pada dia. Kelas 2 SMA keluarga saya mulai bermasalah lagi. Dan saya hanya punya satu sahabat di dekat saya, yaitu dia. Tapi dia kembali memperlakukan saya penuh penolakan. Lagi-lagi tanpa alasan. Padahal saat itu saya benar-benar sedang membutuhkan pegangan, seorang sahabat. Tapi ia terus menghindar.

Di akhir kelas 2 SMU, akhirnya saya tahu alasan Firman beberapa kali menjauhi saya. Ternyata, pada saat Firman mengingkari janjinya untuk menelepon saya, itu merupakan permintaan dari kakak saya sendiri. Beberapa jam sebelum Firman seharusnya menelepon saya, kakak saya menelepon Firman terlebih dahulu. Kakak saya meminta dia untuk tidak memberi saya harapan jika suatu saat nanti Firman akan menyakiti saya lagi. Dan itulah yang terjadi, setiap Firman menyadari bahwa kami tidak akan pernah lebih dari sekedar sahabat atau mulai menyukai seorang cewek, dia teringat dengan kata-kata yang diucapkan kakak saya. Dan dia pun memilih untuk menjauh.

Namun, entah apa yang membuat perasaan saya kepada dia saat itu tidak pernah hilang. Seburuk apapun perlakuannya, saya tetap menyukai Firman. Sejauh apapun Firman menghindar, saya selalu berusaha untuk mendekat. Hingga pada saat kenaikan kelas 3, saya memutuskan untuk mengungkapkan perasaan saya. Dan ‘beruntungnya’, saat itu dia berencana untuk menembak seorang cewek, teman sekelasnya. Bukannya mengungkapkan perasaan saya, saya malah mendengarkan dia curhat tentang cewek yang saat itu dia sukai. Berapa kali lagi saya harus merasakan hal seperti ini dengan cowok yang sama, pikir saya.

Akhirnya di kelas 3 SMA saya berhasil lepas dari bayang-bayang Firman. Saya menyukai cowok lain. Lulus SMA, kami lagi-lagi masuk ke satu gedung yang sama. Kami sama-sama masuk ITB. Kami dekat lagi. Walaupun sikapnya masih sama seperti dulu. Kadang perlakuannya juga secara tidak langsung membuat saya merasa bodoh. Sikapnya sering membuat saya merasa tidak berarti. Tapi tidak jarang dia memberikan semangat di saat saya jatuh. Memberi ketenangan di saat saya merasa galau.

Entah sejak kapan, perlahan-lahan kami mulai jarang bertemu. Padahal jurusannya terletak tidak jauh dari jurusan saya. Kesibukan kuliah, teman baru, juga munculnya cowok-cowok baru dalam hidup saya membuat saya perlahan-lahan lupa akan adanya dia. Tapi, hingga pertengahan tahun lalu pun saya belum bisa lepas dari dia sepenuhnya. Saya terkadang masih meng-SMS dia saat saya tidak tahu lagi harus ke mana. Saat semua masalah sudah tidak sanggup lagi saya tampung sendiri, saya terkadang masih teringat dia.

Pernah suatu kali saya menemukan satu missed call di HP saya dan ternyata panggilan itu berasal dari nomornya. Khawatir ada sesuatu yang penting, saya menanyakan tentang telepon yang tak terjawab itu lewat SMS, dan ternyata balasannya hanya berbunyi,
“Gpp, gw cm liat lo jln d dpn jurusan. Pgn manggil aja..”.
Saya pun hanya tersenyum.
Seperti itulah kami saat ini, hanya dua orang “sahabat” lama yang berkomunikasi hanya jika kami punya waktu untuk saling mengingat satu sama lain. Bahkan mungkin kami hanya saling mengingat jika salah satu dari kami muncul di depan yang lainnya. Saya kadang hanya ingat dia jika saya melihat dia duduk di depan himpunannya saat saya lewat. Sama seperti saat dia mengingat saya ketika saya melintas di depan gedung jurusannya.

Alhamdulillah, saat ini saya sudah bisa benar-benar lepas darinya. Saya saat ini menganggap dia adalah seorang teman lama yang masih punya tempat saat saya mengingat masa lalu. Tapi dia bukan bagian dari hidup saya lagi. Dia pernah jadi drugs untuk saya, but now I’m not an addict anymore. I’ve been addicted, but I’m recovered. Saya berhasil lepas dari dia. Walaupun kadang seluruh cerita ini masih bisa saya rasakan dalam hati saya. Tapi saya tahu saya telah ‘sembuh’. Beberapa kali saya bertemu dengan dia, and I feel nothing, bahkan tidak ada sedikitpun rasa sakit atau kemarahan yang dulu terkadang masih terasa.

Lebih dari 5 tahun saya menjadi seorang ‘addict’. Tapi saya bisa membuktikan kalau saya bisa ‘sembuh’. Saya tahu saya bukan satu-satunya orang yang mengalami hal ini. Dan untuk semua perempuan yang pernah atau sedang mengalami hal yang sama, saya tahu mereka bisa lepas. Just fill urself up with confidence. U deserves to be loved. A man is made to protect u, to love u, not to make u feel unworthy. Show that u can. That u can stand alone. Yeah, u can be strong without them. There’s a lot of people who loving u. Just don’t think that u’re alone in this world. U’re never really alone. Because God always right here and there.